Masa Remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam
sisklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi (dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa), yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa
yang sehat. Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dab SLTA (SMA, MA,
dan SMK) termasuk fase atau masa remaja. Fase ini merupakan salah satu periode dalam
rentang kehidupan siswa. Untuk memahami lebih lanjut tentang remaja, pada
uraian berikut dipaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan yang
terkait dengan remaja dalam berinteraksi sosial yaitu aspek perekembangan emosi
dan sosial masa remaja.
A. Aspek Emosi
Masa
remaja merupakan puncak emosionalitas pertumbuhan organ-organ seksual
mempengaruhi emosi dan perasaan-perasaan baru yang belum dialami sebelumnya,
seperti rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan
lawan jenis. Pada usia remaja awal (siswa SLTP), perkembangan emosinya
menunjukan sifat yang sensitif dan rekreatif (kritis) yang sangat kuat terhadap
berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya sering bersifat negatif dan
tempramental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung). kondisi ini
terjadi terutama apabila remaja itu hidup di lingkungan (terutama keluarga)
yang tidak harmonis.
Dalam
budaya Amerika, periode ini dipandang sebagai masa “Strom&Stress”, frustasi
dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang
cinta, dan persaan teralineasi dari kehidupan sosial budaya orang dewasa. Pikunas
( dalam Yusuf, 2008:13)
Dalam
suatu penelitian dikemukakan bahwa regulasi emosi sangat penting bagi
keberhasilan akademik. Yusuf dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Peserta
Didik” menyatakan bahwa remaja yang sering mengalami emosi yang negatif
cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah (2011:98). Oleh sebab itu
sangatlah penting bagi remaja untuk mengelolah emosinya ke hal-hal yang positif
agar remaja dapat mencapai keberhasilan.
Dibawah
ini terdapat beberapa kompetensi emosi yang penting untuk dikemabangakn para remaja
(sarni 1999 dalam Yusuf, 2011)
Kompetensi Emosi
|
Contoh
|
1. Menyadari bahwa pengungkapan (ekspresi)
emosi memainkan peranana penting dalam berhubungan sosial
|
Mengetahuai
bahwamengekspresikan rasa marah kepada teman dapat merusak persahabatan
|
2. Kemampuan
mengatasi emosi yang negatif dengan strategi regulasi diri dapat mengurangi
intensitas dan durasi kondisi emosi
|
Mengurasi rasa
marah dengan menjauhi situasi negatif dan melakukan aktivitas yang dapat
melupakan emosi tersebut
|
3. Memahami bahwa
kondisi emosi dari dalam tidak selalu berhubungan dengan pengungkapan (ekspresi)
ke luar (Remaja menjadi lebih matang, dimulai denagn memahami bahwa ekspresi
emosinya meberikan dampak pada orang lain)
|
Memhami bahwa
dirinya bisa marah tetapi masih dapat mengelolah emosi tersebut, sehingga
telihat bias-bias saja (netral)
|
4. Menyadari kondisi
emosi sendiri tanpa terpengaruh oleh emosi tersebut
|
Membedakan antara
sedih dan cemas, dan fokus mengatasi daripada terpengaruh oleh
perasaan-perasaan tersebut
|
5. Dapat Membedakan
emosi orang lain
|
Dapat membedakan
bahwa orang lain itu sedang sedih bukan takut
|
B. Aspek Sosial
Pada
masa remaja berkembang “Social cognition” yaitu kemampuan memahami orang lain.
Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman
sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap “conformity” (konformitas)
yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan,
kegemaran (hobby), atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas ini
dapat berdampak positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung kepada sisapa atau kelompok mana dia
melakukan konformitasnya.
Dalam
kehidupan sehari-hari sering ditemukan remaja yang nakal, menjadi pecandu
nafza, meminum minuman keras, freesex atau berperilaku kriminal, atau
berperilaku sadis (seperti gang motor), karena mereka meniru atau mengikuti
perilaku teman sepergaulannya. seiring dengan bertambah usianya, kecenderungan
dalam melakukan konformitas ini semakin berkurang, karena berkembangnya
kemampuan berpikir yang lebih matang, sehingga untuk melakukan sesuatu
senantiasa memperthitungkan untung-ruginya atau maslahat-mudaratnya.
Terkait
dengan hal ini, Luskin Pikunas (dalam Yusu, 2008:13) mengemukakan pendapat
McCandless dan Evans yang berpendapat bahwa masa remaja akhir di tandai oleh
keinginan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar diterima
oleh teman sebaya, orang dewasa, dan budaya.
Terkait dengan perkembangan intelektual, emosional, dan
sosial, Jecyquelnne Eccles (dalam Yusuf, 2011:101) mengemukakan kompetensi sosial
yang seyogianya dimiliki dan harus dikembangkan oleh remaja adalah sebagai
berikut :
a.
Memiliki hubungan yang baik dengan orang
tua, guru, dan orang dewasa lainnya.
b. Memiliki kesadaran untuk berhubungan dengan
jejaring kehidupan sosial yang lebih luas
c. Memiliki sikap proposial dengan
lembaga-lembaga tertentu seperti sekolah, gereja, (masjid baig orang islam),
dan pusat-pusat pengembangan kepemudaan
d.
Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan konteks budaya yang beragam
e.
Memiliki komitmen terhadap hak dan
kewajiban sebagai warga negara
REFERENSI
-
Yusuf dan Nani M. Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
-
Yusuf, Syamsu. 2008. Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar