Selasa, 25 Desember 2012

Karakteristik Perkembangan Aspek Emosi dan Aspek Sosial Masa Remaja



      Masa Remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam sisklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi (dari masa kanak-kanak ke masa dewasa), yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dab SLTA (SMA, MA, dan SMK) termasuk fase atau masa remaja. Fase ini merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Untuk memahami lebih lanjut tentang remaja, pada uraian berikut dipaparkan mengenai karakteristik aspek-aspek perkembangan yang terkait dengan remaja dalam berinteraksi sosial yaitu aspek perekembangan emosi dan sosial masa remaja.
A.  Aspek Emosi
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi dan perasaan-perasaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal (siswa SLTP), perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan rekreatif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya sering bersifat negatif dan tempramental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung). kondisi ini terjadi terutama apabila remaja itu hidup di lingkungan (terutama keluarga) yang tidak harmonis.
Dalam budaya Amerika, periode ini dipandang sebagai masa “Strom&Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan persaan teralineasi dari kehidupan sosial budaya orang dewasa. Pikunas ( dalam Yusuf, 2008:13)
Dalam suatu penelitian dikemukakan bahwa regulasi emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Yusuf dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik” menyatakan bahwa remaja yang sering mengalami emosi yang negatif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah (2011:98). Oleh sebab itu sangatlah penting bagi remaja untuk mengelolah emosinya ke hal-hal yang positif agar remaja dapat mencapai keberhasilan.
Dibawah ini terdapat beberapa kompetensi emosi yang penting untuk dikemabangakn para remaja (sarni 1999 dalam Yusuf, 2011)
Kompetensi Emosi
Contoh
1.     Menyadari bahwa pengungkapan (ekspresi) emosi memainkan peranana penting dalam berhubungan sosial
Mengetahuai bahwamengekspresikan rasa marah kepada teman dapat merusak persahabatan
2.    Kemampuan mengatasi emosi yang negatif dengan strategi regulasi diri dapat mengurangi intensitas dan durasi kondisi emosi
Mengurasi rasa marah dengan menjauhi situasi negatif dan melakukan aktivitas yang dapat melupakan emosi tersebut
3.    Memahami bahwa kondisi emosi dari dalam tidak selalu berhubungan dengan pengungkapan (ekspresi) ke luar (Remaja menjadi lebih matang, dimulai denagn memahami bahwa ekspresi emosinya meberikan dampak pada orang lain)
Memhami bahwa dirinya bisa marah tetapi masih dapat mengelolah emosi tersebut, sehingga telihat bias-bias saja (netral)
4.    Menyadari kondisi emosi sendiri tanpa terpengaruh oleh emosi tersebut
Membedakan antara sedih dan cemas, dan fokus mengatasi daripada terpengaruh oleh perasaan-perasaan tersebut
5.    Dapat Membedakan emosi orang lain
Dapat membedakan bahwa orang lain itu sedang sedih bukan takut

B.  Aspek Sosial
Pada masa remaja berkembang “Social cognition” yaitu kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap “conformity” (konformitas) yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby), atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas ini dapat berdampak positif atau negatif bagi remaja sendiri, tergantung  kepada sisapa atau kelompok mana dia melakukan konformitasnya.
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan remaja yang nakal, menjadi pecandu nafza, meminum minuman keras, freesex atau berperilaku kriminal, atau berperilaku sadis (seperti gang motor), karena mereka meniru atau mengikuti perilaku teman sepergaulannya. seiring dengan bertambah usianya, kecenderungan dalam melakukan konformitas ini semakin berkurang, karena berkembangnya kemampuan berpikir yang lebih matang, sehingga untuk melakukan sesuatu senantiasa memperthitungkan untung-ruginya atau maslahat-mudaratnya.
Terkait dengan hal ini, Luskin Pikunas (dalam Yusu, 2008:13) mengemukakan pendapat McCandless dan Evans yang berpendapat bahwa masa remaja akhir di tandai oleh keinginan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar diterima oleh teman sebaya, orang dewasa, dan budaya.
        Terkait dengan perkembangan intelektual, emosional, dan sosial, Jecyquelnne Eccles (dalam Yusuf, 2011:101) mengemukakan kompetensi sosial yang seyogianya dimiliki dan harus dikembangkan oleh remaja adalah sebagai berikut :
a.   Memiliki hubungan yang baik dengan orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya.
b. Memiliki kesadaran untuk berhubungan dengan jejaring kehidupan sosial yang lebih luas
c. Memiliki sikap proposial dengan lembaga-lembaga tertentu seperti sekolah, gereja, (masjid baig orang islam), dan pusat-pusat pengembangan kepemudaan
d.   Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan konteks budaya yang beragam
e.   Memiliki komitmen terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara
 REFERENSI
-         Yusuf dan Nani M. Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
-         Yusuf, Syamsu. 2008. Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Senin, 24 Desember 2012

INDIVIDU IN SOCIAL SITUATION

Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat dilepaskan dari situasi, yakni situasi kebersamaan dan situasi sosial. Situasi sosial yang menimbulkan terjadinya interaksi antara kita dengan orang lain. Dalam sistuasi sosial yang perlu dibicarakan adalah Norma sosial dan keanggotaan dalam kelompok dan luar kelompok. Pemahaman terhadap norma yang berlaku dalam situasi sosial membantu kita untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kelompok,  melakukan dan memberikan kontribusi terbaik dalam kelompok, serta dapat bekerja sama dengan anggota yang lain untuk mencapai tujuan kelompok yang telah ditetapkan. Karena pada hakikatnya salah satu indikator individu telah mengalami perkembangan apabila telah mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkunganya.

1     Group Social And Social Norms ( Kelompok Sosial dan Norma Sosial )

a. Kelompok Sosial
Dalam kelompok sosial individu telah melakukan interaksi yang mendalam satu sama lain seperti individu telah bercakap-cakap satu sama lain . Individu bekerja sama dalam kelompok tersebut , atau individu berperan sebagi pemimpin untuk mencapai tujuan. Brodbeck dalam Santoso (2010:4) mengemukakan kelompok sosial “ Is an aggregate individuals standing in certain descriptive relations to each other ” (kelompok sosial adalah kumpulan individu yang tediri atas kejelasan hubungan satu sama lain). Smith mengemukakan kelompok sosial sebagai suatu kesatuan yang berisi anggota yang banyak dari kelompok terpisah yang mempunyai persepsi kelompok dari kesatuannya dan yang mempunyai kecakapan atau kecenderungan bertindak atau berbuat di dalam cara yang sama terhadap lingkungannya (dalam Santoso 2010:4)
dari defenisi di atas, terdapat perbedaan cara pandang terhadap kelompok sosial, namun cara pandang ini akan melengkapi pengertian kelompok sosial satu sama lain. artinya kelompok sosial bercirikan:
a.       Sekumpulan individu.
b.       Ada interaksi satu sama lain
c.       Ada kesatuan, baik dalam persepsi maupun berbuat
Adanya kesatuan baik persepsi, maupun berbuat dari anggota-anggota kelompok sosial, dapat dipahami karena tiap-tiap kelompok sosial mempunyai norma sosial.
b. Norma Sosial
Muzafer Sherif dalam Santoso (2010:4) mengemukakan norma sosial “is to cover the accepted rules, custom, attitudes, values, and other standart found and every esthablished social group.” (Norma sosial adalah untuk menguasai penerimaan aturan, kebiasaan, sikap, nilai, dan standar lain yang dijumpai dalam setiap kelompok sosialnya yang terbangun) sejalan dengan itu, Kingseley Davis dalam buku Penerapan Psikologi Sosial mengatakan bahwa konsep norma sosial termasuk defenisinya adalah suatu perasaan ketaatan dimana individu suatu situasi yang akan , harus mengikuti tingkah laku secara nyata.dalam hal ini, norma sosial pada umumnya membedakan apa yang disebut tingkah laku kebiasaan, keharusan, kebiasaan dengan sanksi dan hukum ).
Jelaslah bahwa norma sosial mengikuti tingkah laku setiap individu di dalam kelompoknya dan menyebabkan individu mempunyai ketaatan pada kelompoknya juga.
Latar belakang timbul dan keberadaan norma sosial dijelaskan Muzafir Sherif (dalam Santoso, 2010:6) sebagai berikut “That socially accepted on observed, social norm are set  up in the course of social interaction” (bahwa diterima dan dilaksanakan norma sosial secara sosial adalah berada dalam aliran interaksi sosial). Dalam kehidupan sehari-hari individu mempelajati norma sosial dalam kelompok, juga pada interaksi sosial individu yang bersangkutan dengan individu lain dalam kelompoknya.
Dalam Psikologi sosial cara-cara belajar individu :
a.   Attention in paid by watching are listening to modal performance behavior. (perhatian yang dibayar dengan memerhatikan dan mendengarkan pada model bentuk tingkah laku)
b.   Retention of the behavior occurs in memory. (perhatian kembali pada tingkah laku yang terjadi dalam pengalaman)
c.   Motor reproduction of the behavior convert the symbols stored in the memory into the approriate act it self. (Gerak Produksi kembali dari mengubah simbol tingkah laku yang disediakan dalam pengalaman, kedalam kegiatan yang sesuai itu sendiri).
d.   Motivation for performance of the act persuades the subject not just to show that he or she can do it, but to set on with actually doing it. (Dorongan terhadap bentuk kegiatan yang meyakinkan orang bukan menunjukan ia dapat mengerjakan itu tetapi memjaukan mengerjakan itu secara aktual)

2. Membership in Group and Out Group ( Keanggotaan dalam Kelompok dan Kelompok luar )
Seperti yang disebutkan pada pembahasan di atas, tiap individu yang hidup dalam suatu kelompok pasti mengadakan social learning. Dengan demikian ia dapat melakukan interaksi sosial dan berperan di dalam kelompok dan ia betah hidup bersama dengan anggota-anggota kelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam keadaan itu, individu telah menjadi membership dari kelompoknya, seperti anggota anggota kelompok yang lain. Membership adalah seseorang yang diizinkan menikmati keikutsertaan di dalam fungsi sosial dengan orang-orang yang mungkin menerima satu atau lebih kelengkapan seperti kesamaan. Newcomb (dalam Santoso, 2010 : 8)
Kenggotaan/ membership seseoran dapat lebih dari satu pada tempat dan waktu ynag bersamaan dihapadi saat itu. Stanfeld dan S. Sargent mengungkapkan bahwa keanggotaan kelompok adalah ke arah siapa ia masuk secara nyata, seperti keluarga, kelompok bermain, gang atau sekolah. kenaggotaan seseorang menjadikan ia mengikuti norma –norma sosial kelompoknya bersikap dan bertingkah laku serta berinteraksi sosial secara intensif dan mendalam dengan sesama anggota kelompok. Ia tidak dapat mengingkari tuntutan norma sosial karena ia takut pada sanksi yang akan diterimanya. Ia juga harus melakukan interaksi yang mendalam dengan sesama anggota kelomok sehingga ia tidak ditinggalkan oleh anggota yang lain.
Dalam keadaan seperti itu, ia memiliki “ sense of belonginess” yang menurut Gerungan (dalam Santoso, 2010 : 8) berarti suatu sikap persaan bahwa ia termasuk di dalam suatu kelompok sosial, di dalamnya ia mempunyai peranan dan tugasnya , sehingga ia pun merasakan semacam kepuasan diri, dan ia merasa berharga sebgai anggota kelomopok tersebut.
Fungsi sense of belonginess adalah :
  a. Sebagai suatu faktor yang menstabilkan tingkah laku dan perasaan
 b. Sebagai suatu sokongan moral kepada individu anggota kelompok
c. Sebagai suatu usaha mengatasi kesulitan yang dihadapi, karena ia pasti akan mendapat bantuan aggota kelompok lain
Sense ofbelonginess seorang individu semakin mendalam dalam kelompoknya tergantung pada sikap, tingkah laku, dan sumbangan yang bersangkutan kepada kelompoknya. Semakin mendalam sense of belonginess dari masing-masing anggota kelompok semakin kuat kedudukan interaksi dan solidaritas yang ada dalam kelompok tersebut. 
REFERENSI
Santoso, Salmet. 2010. Penerapan Psikologi Sosial. Surabaya: Refika Aditama